Malam yang asing ini seakan mengamini perasaan rinduku padamu. Semakin lama kurasa semakin asing aku di tanah garam ini. Mengapa tanah ini terasa asing meskipun ia sangat ramah padaku. Apakah aku salah jika merindukan mereka? Disini seakan matahari berbeda dari matahari yang biasa aku lihat dan aku ajak bercanda setiap hari ketika aku senang, aku ajak menangis saat aku bersedih, dan matahari yang tak pernah mau aku ajak turun ke bumi untuk duduk menemani ku.
Sekarang pun ini bukan masalah, karena sebenarnya aku selalu merasa tidak pernah ada di tempatku yang seharusnya. Entah mengapa, bahkan langit yang menyertai hidupku terasa asing bagiku. Terkadang aku berfikir, apakah ini karena aku yang mengasingkan diri dari kenyataan yang di buat langit dan bumi, atau karena memang langit dan bumi menganggapku sebagai orang asing yang tidak pantas untuk dikenang dan dikenal.
Suara yang meronta dari rongga dadaku semakin terasa, seakan ingin keluar untuk menyampaikan sendiri pendapatnya kepada bulan malam ini yang sedang malu bersembunyi di balik awan. Sementara aku hanya bisa menahan sambil terus berusaha untuk menjadi hakim atas segala sesuatu yang bertentangan di dalam pertempuran antara logika dan kenyataan.
Setidaknya hidupku masih menghadap pada sasaran, meskipun aku sendiri tidak yakin apakah sasaran itu dan apakah langit dan bumi merestui aku. Terserahlah, toh atap tempat tidurku bukan hanya kali ini berganti. Jadi biarlah sungai tetap mengalir seperti seharusnya, dan biarlah angin mengerjakan tugasnya.
Setidaknya hidupku masih menghadap pada sasaran, meskipun aku sendiri tidak yakin apakah sasaran itu dan apakah langit dan bumi merestui aku. Terserahlah, toh atap tempat tidurku bukan hanya kali ini berganti. Jadi biarlah sungai tetap mengalir seperti seharusnya, dan biarlah angin mengerjakan tugasnya.