Sabtu, 15 Maret 2014

Orang-Orang Terasing.

Malam yang asing ini seakan mengamini perasaan rinduku padamu. Semakin lama kurasa semakin asing aku di tanah garam ini. Mengapa tanah ini terasa asing meskipun ia sangat ramah padaku. Apakah aku salah jika merindukan mereka? Disini seakan matahari berbeda dari matahari yang biasa aku lihat dan aku ajak bercanda setiap hari ketika aku senang, aku ajak menangis saat aku bersedih, dan matahari yang tak pernah mau aku ajak turun ke bumi untuk duduk menemani ku. 

Sekarang pun ini bukan masalah, karena sebenarnya aku selalu merasa tidak pernah ada di tempatku yang seharusnya. Entah mengapa, bahkan langit yang menyertai hidupku terasa asing bagiku. Terkadang aku berfikir, apakah ini karena aku yang mengasingkan diri dari kenyataan yang di buat langit dan bumi, atau karena memang langit dan bumi menganggapku sebagai orang asing yang tidak pantas untuk dikenang dan dikenal. 

Suara yang meronta dari rongga dadaku semakin terasa, seakan ingin keluar untuk menyampaikan sendiri pendapatnya kepada bulan malam ini yang sedang malu bersembunyi di balik awan. Sementara aku hanya bisa menahan sambil terus berusaha untuk menjadi hakim atas segala sesuatu yang bertentangan di dalam pertempuran antara logika dan kenyataan. 

Setidaknya hidupku masih menghadap pada sasaran, meskipun aku sendiri tidak yakin apakah sasaran itu dan apakah langit dan bumi merestui aku. Terserahlah, toh atap tempat tidurku bukan hanya kali ini berganti. Jadi biarlah sungai tetap mengalir seperti seharusnya, dan biarlah angin mengerjakan tugasnya.

Manusia Goa dan Gema Berkepanjangan

Apa yang dapat membangunkan manusia dari kebohongan? 

Bahkan mungkin hingga langit runtuh pun, manusia masih tetap bermain dengan kebohongan. Lalu siapa yang bisa dipersalahkan? Aku rasa ini bukan saat yang tepat untuk selalu menyalahkan. Mungkin berkaca pada cermin kecil akan lebih baik ketimbang melihat bayangan tubuh yang berbaring di tanah ditimpa bermacam bunga. Tapi, bahkan cerminpun telah kehilangan sifat jujurnya. 

Jadi apakah batu yang diam dapat memberikan kejujuran? 

Sungguh mengenaskan nasib tubuh ini, laksana menghendaki suara tapi gema yang terdengar. Sumbang dan jauh dari kenyataan. Walaupun ada yang bilang bahwa kebenaran yang sebenarnya adalah kebohongan yang di-amin-i, setidaknya para manusia goa itu belum terbukti bersalah pada ucapan.

Peraturan.

Setiap hari setelah menuliskan apapun disini, aku berharap catatan ini bisa memberi balasan atau jawaban atau sangkalan atau apapun , setidaknya dia tidak hanya selalu terdiam dan tak acuh terhadap semua harapanku. Sudah teralalu banyak benda yang diam di sakalilingku. Bahkan hari ini aku pun harus lebih banyak berdiam menahan semua rasa ku, hanya karena rasaku ini terbentur dengan kerasnya dinding peraturan. Ya, lagi-lagi peraturan yang menjengelkan, dia seperti tak pernah puas selalu menghalangi langkahku hingga membuat aku malas untuk meneruskan langkah. 

Itu pernah terjadi, tapi akhirnya “si hitam” berhasil menyadarkanku. Dengan sifat tak acuhnya yang seperti biasa, tetapi bersimpati lebih daripada sang pencerah yang setiap hari berdiri di depanku untuk menjadi pohon yang tidak pernah bisa ku rangkul dan peluk. Bisu tapi terus bertutur, buta tapi melihat kesalahanku, tuli tapi mendengar keburukanku. Semoga semua ini cepat berlalu bersama semua tugas yang selesai tidak tepat waktu.

Fikiran dan Kenistaan.

Berfikir lagi tentang kekafiran-kekafiran yang sudah dan akan ku lakukan. 

Beranjak dari satu dahan kenistaan menuju pada pahitnya buah kegelapan hati, yang selalu terselimuti oleh lemahnya kepercayaan yang dapat dengan mudahnya hilang di telan angin malam yang berhembus bersama bayang-bayang hitam kasih sayang kupu-kupu malam. 

Mungkin jika tuhan masih mau memberiku pengampunan, akan banyak sekali penentangan oleh tangan-tangan dan mulut, dan kaki, dan fikiran korban dari derita kafirnya fikiran. 

Apakah ini juga dialami oleh mereka yang selalu terlihat duduk tenang dengan senyum manis dan di sertai dengan otak kriminal? 

Ataukah ini hanya di khususkan untuk orang yang bertanya pada apapun yang di anggapnya memiliki jawaban? 

Entah mengapa rembulan malam ini terasa sangat jauh dari genggaman , bahkan untuk sekedar menyapanya aku harus berteriak dengan lantang, dan rembulan masih tetap terdiam. Seperti sedang berunding dengan para bintang untuk membawaku ke atas agar bisa mereka jatuhkan. 

Bahkan penghinaan ini beralasan.

Sahabat Kekasih.

Menulis dan membaca, dua sahabat baru yang kini selalu menemaniku setiap hari. Sebenarnya kami sudah lama bersama, bahkan mungkin semenjak usiaku lima tahun aku sudah diperkenalkan dengan sepasang kekasih itu. Tapi rasanya baru saat ini aku benar-benar bisa dekat dengan mereka. Aku tidak tau apakah hubungan ini akan berlangsung selamanya atau putus di tengah jalan. Tapi aku akan berusaha untuk tetap mempertahankan hubungan ini apapun yang terjadi. 

Awalnya mereka adalah orang asing dikehidupanku, bahkan awalnya aku tak terlalu suka pada mereka tapi sekarang baru aku tau bahwa mereka bisa menjadi sahabat yang sangat baik. Mereka selalu menjadi tempat meletakkan semua perasaan ku, mereka bisa menerima ku tanpa syarat, mereka bisa menerima semua perkataan ku tanpa sedikitpun protes. Tak pernah ku sangka aku bisa punya sahabat seperti mereka, sahabat yang selama ini tidak ku anggap kehadiranya. 

Aku telah menemukan sahabatku, bagaimana denganmu?

Sepagi Tadi

Kali ini aku memilih pagi sebagai waktu tepat untuk membuat tulisan ini, aku sudah lelah menemani bantalku bermimpi. Mungkin sekarang masih terlalu pagi, bahkan sekarang aku tak tau apa yang ingin ku tuangkan melalui tulisanku. Bagaimana kalau aku bercerita sedikit tentang hal-hal ringan yang ada di otakku yang masih terasa berat.

Hari ini adalah hari terakhir di bulan september. Aku sadar sudah hampir dua bulan aku berada jauh dari tanah kelahiranku, jauh dari orang-orang yang telah bersamaku dan bergelut dengan kesibukanya di lembar penglihatanku.

Terkadang saat bangun di pagi buta, aku selalu teringat dengan mereka, seperti saat ini. Lalu, apakah ini aneh? Aku rasa iya, karena ini bukan pertama kali dalam hidupku aku jauh dari orang yang selalu mengasihiku.

Hmm...ternyata aku rindu. Sungguh lucu bila difikirkan. Sampai saat ini aku selalu berusaha untuk menyangkal perasaan itu, pada awalnya aku menganggap rindu itu konyol. Tapi jika dipikir lagi, lebih konyol jika aku tak merindukan mereka.

Tapi apa daya, aku hanya bisa berdo’a untuk mereka. Berdo’a agar tuhan berkenan menjaga mereka disana. Berdo’a untuk seorang wanita tua yang lebih cantik dari bidadari, lebih lembut dari para dewi, dan lebih aku sayang daripada seratus nyawaku. Berdoa untuk pria tua yang tak lagi bertenaga seperti dulu, untuk seorang pria tua yang selalu berjuang untuk ku, seorang pria tua yang tak pernah bosan membimbingku, dan seorang pria tua yang menyayangiku lebih daripada nyawanya sendiri.

Hahaha...jika berbicara tentang mereka, mungkin tak akan selesai berapapun lamanya waktu yang aku punya. Bahkan air mata darahpun tidak akan mampu membasuh luka mereka saat bertahun merawatku. 

Tuhan, jika kau mau berbelas kasih padaku, tolong izinkanlah aku untuk setidaknya membuat mereka tersenyum, jangan renggut mereka dariku sebelum kau berikan aku kesempatan itu. Tuhan, mungkin aku orang hina yang tak tau terima kasih padamu. Tapi apalah dayaku tanpa peretolongan darimu.

Tuhan, aku mohon kabulkanlah. Untukmu kekasihku.

Aku

Tentu saja, hari ini bukanlah hari kemarin ataupun hari esok. Dan kejadian hari ini jelas berbeda dengan hari kemarin. Tapi ada yang tidak berbeda dengan hari kemarin. Aku, seperti berjalan di tempat aku menjalani seluruh waktuku. Masih terjebak dalam pendalamanku, masih terperangkap oleh ketidaktahuanku, dan masih tetap menjadi bocah.

Meski begitu, aku tau semua yang ada padaku tidak semata buruk dan menjijikan seperti ingus bocah berandalan. Setidaknya aku masih punya kepercayaan yang sampai saat ini masih ku pegang. Lagipula, aku masih punya sejuta impian dan harapan yang sampai saat ini belum ku lakukan. Jadi, kenapa harus meratap dan menyesali diri, toh sejak dulu aku sudah seperti ini. Mungkin aku hanya perlu mengikuti kemana kaki ini akan membawaku pergi, entah untuk kembali atau menghilang seperti embun yang tersapu mentari pagi. 

Bagiku, kini hanya menjalani takdir yang sudah di tentukan untuk ku, sambil mencoba untuk memperbaiki nasibku tentu. Aku ingin perjalanan panjangku disini tidak berakhir kosong dan tak berarti.

Selasa, 11 Maret 2014

Untuk Kekasihku

Kali ini aku memilih pagi sebagai waktu tepat untuk membuat tulisan ini, aku sudah lelah menemani bantalku bermimpi. Mungkin sekarang masih terlalu pagi, bahkan sekarang aku tak tau apa yang ingin ku tuangkan melalui tulisanku. Bagaimana kalau aku bercerita sedikit tentang hal-hal ringan yang ada di otakku yang masih terasa berat.

Hari ini adalah hari terakhir di bulan september. Aku sadar sudah hampir dua bulan aku berada jauh dari tanah kelahiranku, jauh dari orang-orang yang telah bersamaku dan bergelut dengan kesibukanya di lembar penglihatanku.

Terkadang saat bangun di pagi buta, aku selalu teringat dengan mereka, seperti saat ini. Lalu, apakah ini aneh? Aku rasa iya, karena ini bukan pertama kali dalam hidupku aku jauh dari orang yang selalu mengasihiku.

Hmm...ternyata aku rindu. Sungguh lucu bila difikirkan. Sampai saat ini aku selalu berusaha untuk menyangkal perasaan itu, pada awalnya aku menganggap rindu itu konyol. Tapi jika dipikir lagi, lebih konyol jika aku tak merindukan mereka.

Tapi apa daya, aku hanya bisa berdo’a untuk mereka. Berdo’a agar tuhan berkenan menjaga mereka disana. Berdo’a untuk seorang wanita tua yang lebih cantik dari bidadari, lebih lembut dari para dewi, dan lebih aku sayang daripada seratus nyawaku. Berdoa untuk pria tua yang tak lagi bertenaga seperti dulu, untuk seorang pria tua yang selalu berjuang untuk ku, seorang pria tua yang tak pernah bosan membimbingku, dan seorang pria tua yang menyayangiku lebih daripada nyawanya sendiri. 

Hahaha...jika berbicara tentang mereka, mungkin tak akan selesai berapapun lamanya waktu yang aku punya. Bahkan air mata darahpun tidak akan mampu membasuh luka mereka saat bertahun merawatku. 

Tuhan, jika kau mau berbelas kasih padaku, tolong izinkanlah aku untuk setidaknya membuat mereka tersenyum, jangan renggut mereka dariku sebelum kau berikan aku kesempatan itu. Tuhan, mungkin aku orang hina yang tak tau terima kasih padamu. Tapi apalah dayaku tanpa peretolongan darimu. Tuhan, aku mohon kabulkanlah. Untukmu kekasihku.

Kebenaran dan Lebah

Membicarakan tentang kebenaran yang hakiki, seakan menimba lautan, dan berharap agar laut menjadi kekeringan. Sebagai mahluk-NYA, aku hanya bisa percaya tentang kebenaran-NYA. Sambil melakukan pembelajaran yang berdasar pada keyakinan dan pemberontakan. Hari ini aku berpuasa, bukan dari makan dan minum saja. Aku melihat kebaikan dari banyak orang disekitarku, membuatku semakin keras berfikir. Tapi sampai sekarang aku masih mencoba mencari pembenaran-pembenaran tentang semua yang pernah ku anggap salah tapi tiba-tiba muncul dengan kepercayaan yang membenarkan dirinya sendiri. 

Seperti seekor burung yang berbincang dengan angin tentang keajaiban sayap lebah. Jika di pikir dengan logika, tidak mungkin lebah bisa terbang, alasanya karena sayapnya terlalu kecil dan tidak sesuai dengan berat tubuhnya, tapi kenyataanya lebah bisa terbang bebas sama seperti burung yang terbang mengarungi langit biru. 

Mungkin , aku harus lebih banyak belajar dari lebah dan mempercayai kepercayaanya.

Belajar-Menulis

Masih bergulat dengan angin malam, bermimpi bersama beberapa kebimbangan dan kehausan, berjalan seperti iring-iringan gelas kosong, dan bernyanyi bersama suara-suara yang terbungkam. Ada sebuah penuturan yang baru aku sadari, sebuah gelas tak boleh lebih tinggi dan tak akan lebih tinggi dari cawan air. Mungkin harus di mulai dengan patuh dan menerima serta tak banyak bicara, diam layaknya gelas-gelas lainya. Itu lebih baik dari pada mengucapkan hal kosong yang tidak berguna. 

Aku rasa, aku mulai mencintai mu, karena aku bisa melakukan lebih banyak hal bersamu. Aku bisa berteriak sesuka hatiku tanpa ada yang bisa melarangku. Aku bisa berdua dengan mu dimanapun dan kapanpun tanpa ada yang bisa mengganggu. Aku bisa bercerita apapun kepadamu dan kau tak pernah bosan mendengar semua ocehan ku. Dan yang lebih penting, aku bisa mengembangkan imajinasiku tentang sehelai daun yang jatuh di musim gugur, atau sebatang pohon yang menangis meratapi kejamnya alam, atau tentang kekejaman perang yang tak hentinya membuat orang mengelus dada atau tertawa.

Angin Musim

Ternyata tak ada salahnya menuruti kata hati walau logika berkata tidak. Sebab kini hembusan angin tak lagi asing di telingaku, tak seperti hari-hari lalu, hari dimana aku harus berjibaku dengan kebimbangan. Hari dimana hanya ada satu sisi antara kakalahan atau kemenangan. Hari ini aku telah membuktikan. Menang tidak selalu menjadi pilihan pertama, jika hanya sesaat. Mengalah demi kemenangan akan lebih berarti. Secara teori ataupun logika, itu memang ada di dunia yang dikatakan nyata ini. 

Rasanya belum lagi aku berhenti terheran dengan dunia ini, kenapa angin yang bisu itu bisa bertutur kepadaku, sekedar angin lalu yang membisikan suara yang dulu telah ku kenal. Dan aku termangu, seperti bocah yang mendengar penuturan gurunya tanpa membantah.

Aku berharap musim tidak berganti, karena aku masih membutuhkan angin musim ini. Dan angin selalu berubah atau menghilang

Senin, 10 Maret 2014

Dipersimpangan

Termenung diam di satu titik kehidupan, terombang-ambing di tengah badai perasaan yang tak mengenal belas kasihan. Mencoba terus berjalan dalam kepincangan dan mencoba tetap bersuara lantang dalam kebisuan. 

 Disini, di tengah orang-orang yang pandai berdiskusi, aku belajar untuk menahan diri, menjadikan sebuah kata lebih berarti. Mereka bilang ini untuk diriku sendiri, sepertinya benar, karna ssemua yang ku rasakan sedikit demi sedikit berubah menjadi lebih baik. Mungkin mulai sekarang aku akan meninggalkan sebuah tradisi. 

 Hmm...seperti anak hilang yang menemukan jalan pulang aku mulai berlari, aku mulai bisa melihat kebaikan dari sesuatu yang aku kerjakan dan tidak selalu berujung pada kebimbangan. Aku berterima kasih padamu TUHAN. Seperti layaknya manusia lainnya, aku juga mengingin kan kedamaian.

Manusia

Belajar mengerti sedikit, belajar menahan sedikit, belajar semuanya sedikit, sedikit demi sedikit. Mungkin aku tidak cocok dengan kata-kata “sebelum berjalan orang harus belajar berlari”, mungkin itu bukan masalah besar.

 Aku berjalan di persimpangan jalan, dimana kebenaran membuatku ragu tentang arti sebuah realitas kehidupan. Tetap harus berjalan walaupun tak tahu arah. Hanya dapat bertanya kepada diri sendiri dan TUHAN.

 Memaki rantai keabadian tentang kehidupan yang berkarat , mendengar rumput berbicara seperti layaknya manusia yang sibuk dengan kegilaannya. 

 Bukan sebuah rahasia, aku memang tak tau segala hal , tapi setidaknya aku tau dimana barat,timur,utara dan selatan. Aku hidup karna berjuang, bukan karna belas kasihan. Sekarangpun aku masih berusaha membuktikan , aku adalah lawan yang berharga di medan perang dan sahabat yang setia di restoran.

Sabtu, 08 Maret 2014

EMANSIPASI WANITA SEBAGAI DALIH UNTUK MENYALAHI KODRAT


     Emansipasi wanita yang juga termasuk dalam gerakan feminisme dewasa ini sudah semakin diakui di mata masyarakat Indonesia dan dunia. Tetapi saat ini pengertian dari feminisme itu sendiri telah disalahgunakan oleh kaum wanita sebagai dalih untuk menyalahi kodratnya sebagai kaum hawa. 

      Feminisme adalah suatu pergerakan yang bertujuan untuk menuntun adanya keseteraan gender antara kaum laki-laki dan kaum perempuan. Feminisme terlahir dari pemberontakan para wanita di abad ke 19 karena merasa tidak terima dengan perlakuan kaum pria terhadap wanita yang mereka anggap semena-mena. Para wanita dipandang sebagai mahluk yang cacat sehingga wanita dinilai tidak memiliki hak apapun di dunia ini. 

     Tetapi pada saat ini, setelah kedudukan wanita diakui dan wanita berhak menentukan dan mendapatkan apa yang diinginkannya, hak-hak itu justru disalah gunakan oleh kaum wanita untuk menyalahi kodratnya sebagai kaum hawa. Salah satu bukti nyatanya adalah keadaan bahwa sekarang ini wanita lebih sering berada di luar rumah dan melupakan tugas utamanya sebagai seorang wanita dan sebagai ibu rumah tangga. Selain itu wanita juga menginginkan kedudukan yang sama dengan para lelaki, padahal agama Islam dengan jelas menyatakan bahwa wanita walau bagaimanapun tetap harus menghormati laki-laki sebagai imam dan sebagai orang yang melindungi mereka. 

    Kesetaraan gender atau emansipasi memang baik, tetapi yang paling penting adalah kesadaran diri manusia atas tugas mereka masing-masing. Kaum wanita yang tidak melupakan kodrat dan tugas mereka sebagai kaum hawa dan kaum pria yang menyadari tugas mereka sebagai imam yang harus melindungi dan memberi contoh kepada kaum wanita. 

       Kesadaran tentang kewajiban dari diri masing-masing adalah hal yang paling baik yang harus dilakukan oleh setiap manusia. Karena dengan menyadari tugas dari masing-masing individu, manusia akan lebih menghargai dirinya sendiri dan orang lain. Saling menghargai antar sesama manusia dan tidak mengklasifikasikan hak-hak manusia hanya berdasarkan faktor bentuk fisiknya saja, tetapi lebih kepada kemanusiaan dan tugasnya sebagai manusia yang memiliki perbedaan gender. Penyetaraan hak harus dilakukan tetapi tetap tidak boleh melewati batasan-batasan yang tetap harus dijaga dan dipatuhi. Karena batasan itulah yang akan membuat manusia tetap berada pada keadaan yang semestinya tanpa harus merusak tatanan kehidupan yang seharusnya. 

       Batasan  mutlak  diperlukan, karena  jika manusia dibiarkan  bebas tanpa  batas bukan tidak mungkin  manusia akan kehilangan jatidirinya dan menganggap suatu kebenaran sebagai pengekang dari kebebasannya, kemudian mulai membenarkan hasil dari pemikirannya sendiri tanpa memperhatikan kawajibannya yang sebenarnya sebagai seorang manusia.

   Jika penyalahgunaan arti dari feminisme tetap dilanjutkan, bukan tidak mungkin kerusakan-kerusakan akan semakin bermunculan. Apabila para wanita telah melukai kewajibannya sebagai seorang wanita, jadi siapa yang akan menggantikan tugas-tugasnya? Jika seorang ibu rumah tangga telah melupakan tugasnya sebagai seorang ibu dan istri lalu sibuk dengan urusannya di luar rumah, maka tidak akan ada rumah tangga yang harmonis, dan kemungkinan besar rumah tangga tersebut tidak akan bertahan lama. 

       Jadi, bukankah lebih baik jika kita tetap menjaga batasan-batasan yang tidak boleh kita langgar dalam melaksanakan keadilan? Stereotipe yang dibangun tentang penyetaraan gender saat ini telah dipersalah gunakan oleh segelintir orang untuk kepentinganya sendiri. Bukankah lebih baik jika sekarang kita mulai menyadari kewajiban dari diri kita sendiri dan menghargai hak-hak orang lain sambil mencari pembenaran dari hak-hak diri sendiri. Dengan begitu tidak akan ada lagi penindasan terhadap hak seseorang dan tidak ada anggapan bahwa diri sedang tertindas.

Hitam Putih

       Menerapakan pemikiranku tentang sebuah logika dan realita. Dalam kehidupan ku yang benar-benar nyata, seperti burung kijang yang mencoba berlari mengejar citah. Mungkin gila, itu jika di pikiran orang yang waras, waras menurut siapa? Lalu apakah aku ini gila? Jangan pernah berpikir apa yang kulakukan tanpa tujuan, jangan berpikir aku bodoh karna tak pernah memberi alasan. Tapi, coba kau tanyakan pada hatimu yang terdalam, yang kau anggap lebih waras dari apa yang ku lakukan. Jika kau ingin mencari kebenaran maka kau juga harus tau tentang kesalahan. Lalu apakah aku masih gila seperti yang pernah kkau pikirkan? 

       Jika manusia berkata “cobalah sebisa mungkin hindari kesalahan”, lalu aku berfikir manusia tidak mengenal kegelapan, kapan dia akan bersahabat dengan terang ? 

       Biarlah jiwa ini mengikuti seleksi alam.

Cermin

Mencoba menjalani hari tanpa sebuah kreasi seperti hari-hari biasa yang sudah ku lewati. Rasanya seperti berjalan di sebuah garis lurus, aku bebas berjalan asalkan tetap mengikuti garis yang ku pijak. Perasaan ini membuat ku tak henti berfikir, apakah ini memang diriku, karena aku bahkan hampir tak mengenali wajah siapa yang setiap hari ku lihat saat aku berhadapan dengan cermin, samapai ketika sebuah cermin besar berhasil mengingatkan ku. Menyadarkan dengan cara berteriak keras di telingaku, dan menyadarkan tentang hal-hal yang belum aku tau tentang diriku. 

 Saat aku tersadar bahwa orang yang selama ini aku kenal dengan baik, adalah orang yang paling tidak aku kenal. Disaat aku mengenal orang asing yang sama sekali belum pernah ku kenal sebelumnya. Ternyata aku salah, aku tidak tau apa-apa. 

Tapi aku bersyukur, aku mendapat hadiah cermin dari tuhan sebagai balasan atas doaku, dan aku berharap cermin itu tidak akan retak.  

Mimpi

Menapaki perjalanan yang di penuhi dengan pembelajaran. Aku tidak tau terbuat dari apa dunia ini, karena yang aku baca dari buku pelajaran tak selalu bisa menjelaskan kenyatan yang telah terjadi di depan mataku. Dalam perjalanan seribu mimpi di dunia nyata demi membedakan sebuah kenyataan dan bayangan semu, mencari sebuah cahaya dalam gelapnya mata dunia. 

Ternyata sakit mengetahui sebuah kebenaran, tak seperti kebohongan yang selama ini membuatku nyaman, hingga tak mau tau tentang kenyataan, seperti orang yang hidup dalam dunia impian. Tapi, senyata apapun mimpi, tetaplah tidak lebih dari sekedar mimpi, ia tak pernah menjumpai kita walaupun hanya untuk sekedar minum kopi dan membaca buku juga tak pernah menyapa ketika hari telah sepi.

Diam

Setiap hari setelah menuliskan apapun disini, aku berharap catatan ini bisa memberi balasan atau jawaban atau sangkalan atau apapun , setidaknya dia tidak hanya selalu terdiam dan tak acuh terhadap semua harapanku. Sudah teralalu banyak benda yang diam di sakalilingku. Bahkan hari ini aku pun harus lebih banyak berdiam menahan semua rasa ku, hanya karena rasaku ini terbentur dengan kerasnya dinding peraturan. Ya, lagi-lagi peraturan yang menjengelkan, dia seperti tak pernah puas selalu menghalangi langkahku hingga membuat aku malas untuk meneruskan langkah. 

 Itu pernah terjadi, tapi akhirnya sang kopi hitam berhaasil menyadarkanku. Dengan sifatnya yang seperti tak acuh tetapi bersimpati lebih daripada sang pencerah yang setiap hari berdiri di depanku untuk menjadi pohon yang tidak pernah bisa ku rangkul dan peluk. Bisu tapi terus bertutur, buta tapi melihat kesalahanku, tuli tapi mendengar keburukanku. Semoga semua ini cepat berlalu bersama semua tugasku yang selesai meskipun tidak tepat waktu.

Minggu, 02 Maret 2014

Bebas

Berusaha mengenali diri dengan mengenali orang lain. Lucu memang, seolah mengerti akan seseorang, tapi bahkan aku tak tau yang ada di hatiku. Itulah sebabnya aku belajar, mencoba mengetahui apa yang aku tak tau. Mencoba mengerti orang yang tak mengerti aku. Hmm.. seperti bercengkrama dengan batu besar yang siap untuk jatuh di kepalaku. Memang aneh, aneh sekali, sangat aneh.

 Terkadang aku berfikir betapa tak adil hidup, kenapa aku harus mengerti tanpa di mengerti, kenapa harus aku yang mengalah. Apa sebenarnya makna dari kata yang tak terucap? Apa sebenarnya maksut deraian ombak yang riyuh tapi tak berucap? Apa maksut dari alam yang menyampaikan pesan lewat tingkahnya yang tak dapat ku tebak?

Aku bersukur, di persimpangan jlan ini masih ada orang gila yang mau membimbingku. Bahkan mungkin hanya mereka, sekumpulanmanusia yang bisa menjawab semua pertanyaan ku. Dan di sini aku tau, aku tak boleh lagi menahan diriku dan aku bisa hidup “bebas” semauku.

 Aku beri saran untukmu, sekedar meneruskan kata,” jangan pernah menahan diri, akan ada dan akan selalu ada pertentangan batin dalam dirimu. Kenali dirimu”.(CDV_T)

Sahabat

Menulis dan membaca, dua sahabat baru yang kini selalu menemaniku setiap hari. Sebenarnya kami sudah lama bersama, bahkan mungkin sejak pertama bertemu ibu bumi aku sudah diperkenalkan dengan sepasang kekasih itu, tapi rasanya baru saat ini aku benar-benar bisa dekat dengan mereka. Aku tidak tahu apakah hubungan ini akan berlangsung selamanya atau putus di tengah jalan. Tapi aku akan berusaha untuk tetap mempertahankan hubungan ini apapun yang terjadi.

Awalnya mereka adalah orang asing dikehidupanku, bahkan awalnya aku tak terlalu suka pada mereka tapi sekarang baru aku tau bahwa mereka bisa menjadi sahabat yang sangat baik. Mereka selalu menjadi tempat untukku meletakkan semua perasaan ku, mereka bisa menerima ku tanpa syarat, mereka bisa menerima semua perkataan ku tanpa sedikitpun protes. Tak ku sangka aku bisa punya sahabat seperti mereka, sahabat yang selama ini tidak ku anggap kehadiranya.

Aku telah menemukan sahabatku, bagaimana denganmu?

Sadar Diri

Tentu saja, hari ini bukanlah hari kemarin ataupun hari esok. Dan kejadian hari ini jelas berbeda dengan heri kemarin. Tapi ada yang tak berbeda dengan hari kemarin. Aku, seperti berjalan di tempat, menjalani hari-hariku. Masih terjebak dalam lautan pilu, masih terperangkap oleh ketidaktahuanku, dan masih tetap menjadi bocah. 

Meski begitu aku tau, semua yang ada padaku tidak semata buruk dan menjijikan seperti ingus bocah berandalan. Setidaknya aku masih punya kepercayaan yang sampai saat ini masih ku pegang. Lagipula, aku masih punya sejuta impian dan harapan yang sampai saat ini belum ku wujudkan. Jadi, kenapa harus meratap dan menyesali diri, toh sejak dulu aku sudah seperti ini. Mungkin aku hanya perlu mengikuti kemana kaki ini akan membawaku pergi, entah untuk kembali atau menghilang seperti embun yang tersapu mentari pagi. Bagiku, kini hanya menjalani takdir yang sudah di tentukan untuk ku, sambil mencoba untuk memperbaiki nasibku tentu. Aku ingin perjalanan panjangku disini tidak berakhir kosong dan tak berarti. 

Oh alam, marilah bimbing aku melewati semua jalan hidup ini.