Jumat, 30 Mei 2014

Gara-Gara Pakde Dalbo.

Gara-Gara Pakde Dalbo.

Itu adalah kata-kata dari pakde Dalbo, namanya saja Dalbo, pasti ngomongnya ngawur, gak bener. Kalau tidak percaya biar aku ceritakan sedikit, biar gak cuma aku yang jadi bingung.

Pagi tadi, aku dibangunin sama teman-temanku, biasalah, saya kan orang penting, jadi ya wajar kalau bangun saja harus dibangunin. Ternyata pagi itu ada meteri dari Pakde, padahal nyawaku belum ngumpul 100%, mataku lho masih 5 Watt. Ow iya, aku lupa, mataku memang sipit, walaupun cuma sebelah. Kita orang penting, jadi belajarnya juga tingi-tingi, tidak salah-salah, kami belajar filsafat beeehhhhh…keren gak tu….???

Tapi bukan pelajarannya yang mau aku ceritakan, tapi kata-kata Pakde yang gak penting. Padahal Pakde itu guruku lho. Nanti jangan cerita sama Pakde kalau aku nulis ini ya, hehe aku kan ngeri.

Pakde itu suka godain cewek, terutama cewek yang tergolong tidak cantik saya tidak berani bilang JELEK, takut diprotes sama MUI. Waktu ditanya kenapa suka godain cewek tidak cantik, pakde jawab seperti ini:

“Coba kamu pikir dengan dangkal, kalau cewek yang cantik digodain, pasti gak ada efeknya, soalnya udah banyak yang godain, tapi kalau cewek yang gak cantik kan jarang yang goda, kan kasian,” kata Pakde.

Trus saya Tanya, “berarti PHP dong Pakde?”

“Ya gak lah, saya menggoda mereka kan niat saya baik, semua hal itukan tergantung niatnya, kalau niatnya baik kan bisa dapat pahala dari Gusti Pangeran.”

“Terus niat Pakde apa?”

“Percaya gak percaya, diakui atau tidak kalau orang digodain pasti ngerasa cantik/ganteng. Kalau mereka jelek terus gak ada yang godain berarti mereka gak laku, sedih nggak mereka? Lama-lama kan bisa frustasi, kalau sudah frustasi bisa-bisa bunuh diri. Nah, maka dari itu saya menggoda orang yang jelek, eh salah, maksud saya tidak cantik supaya mereka gak frustasi trus bunuh diri. Saya baik kan?”

“Iya, pakde joss, semoga amal baik Pakde diterima di sisi-NYA amiinnn.”

Pakde marah, “ MATTAMU COOKK….!!!!”

Ceramah Sebatang Rokok.

Ceramah Sebatang Rokok.

 Sekarang masyarakat golongan mana yang belum membicarakan masalah rokok? Sepertinya sudah semua, tidak terkecuali temanku satu kelas. Hari ini temanya rokok, full. Ada yang pro, kontra, ada yang di tengah (plin-plan), ada yang gak ikut campur dan ada yang jadi orang bijaknya. Ada yang bilang merokok itu tidak baik dilarang, buruk, mengurangi umur yang merokok dan yang dekat orang merokok, ada yang bilang makruh atau haram (saya lupa), tapi ada juga yang bilang merokok itu baik, alasannya juga bermacam macam. Ada yang bilang biar keren, bahkan sampai ada yang bilang seperti ini ,”lanang gak ngerokok yo uduk lanang” saya jadi ingat, pernah ada orang yang bilang begini sama saya “ gak ngerokok + gak ngopi = nginang” namanya Eyang Abiyoso, salah satu guru saya.

Mereka terus saja ngoceh panjang lebar sambil adu statemen untuk membenarkan pendapat mereka masing-masing. Niatnya saya, saya nggak mau ikut pada pembicaraan mereka, karena menurut saya, pembicaraan itu tidak penting, gak mutu. Gimana mau dibilang bermutu, coba pikir, mau hasilnya seperti apapun, siapapun yang bisa keluar sebagai pemenang, hasilnya tetep sama saja, yang merokok tetap merokok, yang anti rokok ya tetep anti rokok, ya walaupun kadang-kadang juga bisa ikut-ikutan merokok.

Tapi apa yang terjadi, akhirnya niat hanya menjadi sebatas niat, tibo-tibo aku di tekok’I, hehe tiba-tiba aku ditanya, kan aku kaget, lawong niatnya aku nggak mau ikut campur, aku kan orangnya cuek. Tapi apa boleh buat, pertanyaan sudah terlamjur melayang dan memasuki alam pikiran saya, cie cie, sok jadi penyair. Begini pertanyaanya:

“Kalau kamu kenapa merokok, Ji?”

Ya saya jawab, “Saya pengen bantu para petani, buruh, sopir truk, pedagang, orang kaya, pelajar dan Negara sekaligus.”

“Kok bisa?”

“Kamu tau proses pembuatan rokok? Awalnya dari kebun, petani nanam tembakau di ladang, saat menanam petani butuh pupuk dari toko, yang punya toko siapa? Pedagang, terus panen, kemana tembakau dibawa? Perusahaan, Djarum salah satunya, pakek apa bawanya? Pakai truk, siapa yang ngolah tembakau itu kok bisa jadi rokok? Buruh, pekerja. Dibayar gak buruh itu? siapa yang bayar? Yang punya perusahaan siapa yang punya perusahaan? Orang kaya. Dapet duit gak orang kaya?, buruh dapet duit gak? Petani dapet duit gak? Pedagang dapet duit gak, mereka semua seneng gak?

Sek masih ada lagi, kalau sudah jadi rokok pasti di distribusikan, kemana? Pakek apa? Ke toko, ke warung, pakek mobil, mungkin juga kereta atau mungkin juga odong-odong, tapi kayaknya gak mungkin. Terus udah nyampek warung saya beli rokoknya. Siapa yang senang? yang punya warung kan? Terus kalau rentetan kejadian itu berjalan lancar, siapa yang seneng lagi? Mahasiswa, kenapa kok mahasiswa? Pernah denger beasiswa Djarum? Itu salah satunya, walaupun ada orang yang dapat beasiswa rokok tapi dia bilang rokok itu haram. Ya saya tau, soalnya di kampus kita ini ada, saya kenal baik sama orangnya. Terus siapa lagi yang seneng, ?? Negara, pegawai DPR, pegawai pajak, kok bisa gitu? Ada berapa pabrik rokok di Indonesia? Kira-kira berapa pajak yang mereka bayar sama pemerintah setiap tahun? Jadi kan bisa di korupsi bareng-bareng.

Jadi, siapa yang senang? Semua senang. Coba bayangkan kalau gak ada orang yang beli rokok, rokok gak laku, gimana nasib petani tembakau, gimana nasib orang Madura? Gimana nasip ribuan buruh di pabrik rokok? Gimana nasib sopir-sopir truk yang biasanya ngangkut rokok dan tembakau? Gimana nasib warung-warung, toko yang jualan rokok? Gimana nasib mahasiswa ? dan gimana nasib Negara kita ini? ayo jawab, jangan diem tok.

Kalau dihitung-hitung ya, yang rugi itu ya saya sama orang tua saya, kenapa? saya beli rokok pakek uang pribadi saya yang saya dapat dari orang tua saya sendiri sampai uang biaya hidup saya habis, terus kamu bilang tadi rokok tidak baik untuk kesehatan, kesehatan siapa? Saya sendiri kan, yang merokok kan.

Kalau memang benar perokok pasif lebih banyak mendapat penyakit dibanding perokok aktif, kenapa gak semua orang jadi perokok aktif, terus bandingkan sendiri bagaimana rasanya. Balik lagi siapa yang rugi? Saya, yang beli rokok, yang merokok. Tapi apa salahnya sakit, sengsara, menderita, sakit kalau ada niat yang baik, kalau imbasnya lebih besar daripada sakitnya. Saya ini orang miskin, kalau mau sedekah ya uang saya kurang, makanya saya sedekah dengan cara lain, ya dengan rokok tadi. Apa tidak boleh orang miskin seperti saya berbuat sesuatu untuk orang banyak? Ayo jawab, kenapa diam semua?”

“Penjalasanmu mbulet cok..!!! koyok entutku. Orang ditanya malah ceramah, kalau mau ceramah di masjid sana.”

“Raimu..!!!”

Jilbab oh jilbab

Jilbab oh jilbab

Hari ini saya ingin menjadi orang yang sok kritis, sok tau, sok alim dan saya ingin mengajak Anda semua untuk berfikir, flashback, meraba dan membayangkan hal-hal lain yang kira-kira perlu untuk dilakukan seputar tulisan ini nanti.`

 Sekarang ini nilai-nilai yang berlaku sudah tidak jelas, terbalik, tertukar bahkan terabaikan, termasuk juga nilai-nilai agama. Sebagai contoh, yang paling simpel, yang hampir setiap hari saya temui, permasalahan jilbab. Setahu saya, jilbab itu dipakai untuk menutupi aurat bagi seorang muslimah, ya muslimah. Itu dulu, tapi sekarang jilbab tidak lebih dari sekedar fashion, bahkan yang lebih parah, saya pernah bertanya kepada seorang wanita yang selalu memakai jilbab saat di kampus.

Apa alasan dia memakai jilbab? Dan jawabannya membuat saya, orang se-brengsek saya tertegun, kaget, walaupun saya coba tutupi. Dia menjawab, “Hanya untuk penutup kalau saya keluar kan panas kalau gak mekek jilbab, kadang-kadang kan juga dingin, jadi jilbab sangat berguna.”

Dalam pikiran saya berkata “berguna dengkulmu melocot..?!” saya lanjutkan bertanya, “kenapa kamu gak makek topi atau payung saja?”

 “kalau topi gak biasa, kalau payung susah bawanya, jadi ya tetep jilbab pilihan terbaik, lagi pula saya dimarahi sama orang tua saya kalau gak makek jilbab.”

 “jadi kalau gak dimarahi, kamu gak makek jilbab?”

 “ mungkin nggak, tapi mungkin juga iya”

Saya ini orang brengsek, munafik, bajingan, tapi saya masih merasa prihatin dengan hal yang semacam ini. bagaimana seorang dengan gampangnya membelokkan sesuatu yang menurut saya masih sakral, membalik nilai-nilai agama. Yang lebih membuat miris lagi, kata-kata itu keluar dari mulut seorang wanita yang pernah menimba ilmu di pondok pesantren selama tiga tahun lamanya, ditambah lagi dia hidup di lingkungan orang Madura yang terkenal dengan ketaatanya terhadap agama. Mun cak ini kejadianyo, cak mano laju?

Memang iya, setiap orang berhak memilih jalan hidupnya masing-masing, tapi kalau sudah seeperti ini saya rasa sah apabila saya megkritik. Karena ini sudah bukan hanya urusan pribadi, tapi nilai-nilai agama. Lalu yang salah siapa? Pelakunya? Pendidikanya? Orang tuanya? Lingkunganya? atau kita akan tetap menyalahkan setan?

Oke saya mengalah, yang salah adalah saya. Saya salah Karena telah mencapuri sesuatu yang jauh dari jangkauan saya. Iya ya, memangnya saya siapa? Ustad bukan, santri juga bukan, terus kenapa saya mikirin masalah kayak gini, cuma bikin pusing. Enak ngopi karo ngrokok neng warung wesss….

Ya sudah, lupakan saja semua isi tulisan saya diatas tadi, ,anggap saja cuma tulisan orang gila.